MANAJEMEN
MUTU PENDIDIKAN
PADA
TINGKAT DASAR DAN MENENGAH
Faizal Djabidi
Dosen STIT
Al-Khairiyah Cilegon Banten
Abstrak
Pendidikan pada
hakikatnya adalah proses pematangan kualitas hidup. Melalui proses tersebut
diharapkan manusia dapat memahami apa arti dan hakikat hidup serta untuk apa
dan bagaimana menjalankan tugas hidup dan kehidupan secara benar. Karena itulah
focus pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan menitik
beratkan pada proses pematangan kualitas logika hati,akhlak dan keimanan dan
puncak kehidupan adalah tercapainya titik kesempurnaan kualitas hidup
Penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pada hakekatnya adalah akumulasi dari penyebab
rendahnya mutu pendidikan di sekolah. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya
mutu pendidikan diantaranya adalah: Rendahnya kualitas sarana fisik, Rendahnya
kualitas guru, Rendahnya
kesejahteraan guru, Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan, Rendahnya
relevansi pendidikan dengan kebutuhan, Mahalnya biaya pendidikan.
Model dan
strategi meningkatkan Kualitas atau Mutu pendidikan pada tingkat Dasar dan
menengah dengan Strategi yang menekankan pada hasil (the output oriented
strategy), Strategi yang menekankan pada proses (the process oriented
strategy), dan Strategi
komprehensif (the comprehensive strategy)
Kata Kunci : Pendidikan, Hakikat, Model dan Strategi
A.
Fakta
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pematangan kualitas hidup.
Melalui proses tersebut diharapkan manusia dapat memahami apa arti dan hakikat
hidup serta untuk apa dan bagaimana menjalankan tugas hidup dan kehidupan
secara benar. Karena itulah focus pendidikan diarahkan pada pembentukan
kepribadian unggul dengan menitik beratkan pada proses pematangan kualitas
logika hati,akhlak dan keimanan dan puncak kehidupan adalah tercapainya titik
kesempurnaan kualitas hidup[1]
Sebagai suatu proses pendidikan dimaknai sebagai semua tindakan yang
mempunyai efek pada perubahan watak, kepribadian, pemikiran dan perilaku dan
hakikatnya pendidikan adalah proses pembebasan peserta didik dari
ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran
dan dari buruknya hati akhlak dan keimanan[2]
Pendidikan adalah merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Maju tidaknya suatu bangsa sangat tergantung pada pendidikan
bangsa tersebut. Artinya jika pendidikan suatu bangsa dapat menghasilkan “
Manusia “ yang berkwalitas lahir batin. Otomatis bangsa tersebut akan maju,
damai dan tentram. Sebaliknya jika pendidikan suatu bangsa mengalami stagnasi
maka bangsa itu akan terbelakang disegala bidang. Berbicara mengenai kualitas
sumberdaya manusia.
Islam memandang bahwa pembinaan sumberdaya manusia tidak dapat dilepaskan
dari pemikiran mengenai manusia itu sendiri, dengan demikian Islam memiliki
konsep yang sangat jelas, utuh dan komprehensif mengenai pembinaan sumberdaya
manusia. Konsep ini tetap aktual dan relevan untuk diaplikasikan sepanjang
zaman[3]
Dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, keberhasilan
dan kegagalan pendidikan di sekolah sangat bergantung pada guru, kepala sekolah
dan pengawas, karena ketiga figur tersebut merupakan kunci yang menetukan serta
menggerakan berbagai komponen dan dimensi sekolah yang lain[4]
Baru-baru ini Badan internasional PBB, United Nations Development
Programme (UNDP) mengeluarkan laporan negara-negara menurut peringkat Human
Development Index (HDI). Negara kita ada di peringkat 111 dari 175 negara. Yang
memprihatinkan, kualitas manusia Indonesia benar - benar jauh lebih lebih
rendah dari Singapura (25), Brunei (33), Malaysia (58), Thailand (76), dan
Filipina (83). Bahkan lebih rendah dari negara-negara "terbelakang"
seperti Kirgistan (110), Guinea-Katulistiwa (109), dan Aljazair (108)[5].
Mungkin karena masalah rendahnya mutu SDM sudah sangat sering kita dengar,
pemerintah kita biasa - biasa saja dan sama sekali tidak menanggapi serius
persoalan ini dan beberapa fakta permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen). adalah 1. Rendahnya Kualitas peserta didik, dan Kompetensi
tenaga pendidik, sarana-dan prasarana Pembelajaran, 2. Minimnya Konsep dalam Manajemen
Pengembangan kurikulum, 3. kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak
dilaksanakan secara konsekuen, 4. Efektifitas pendidikan di Indonesia yang
masih rendah, 5. Efisiensi pengajaran di sekolah yang masih bermasalah. 6.
Standarisasi pendidikan di Indonesia yang Rancu, 7. Perubahan Sikap dan
perilaku birokrasi pendidikan dari sikap sebagai birokrat menjadi sikap dan
perilaku sebagai pelayan pendidikan yang masih sulit dilaksanakan, 8. Alokasi
anggaran yang langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar masih terbatas,
9. Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-sekoalh akibat distribusi tenaga guru di Indonesia yang timpang, 10. Penerapan pola manajemen berbasis sekolah bertentnagan kebijakan pendidikan gratis yang
disalahgunakan oleh kepentingan politik tetrtentu di daereh, sehingga
masyarakat salah memahami prinsip kebijakan pendidikan gratis itu sendiri, 11. Adanya
kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan
B.
Kebijakan dan Peraturan Pemerintah Tentang Peningkatan Mutu
Pendidikan
- PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
- UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
- PP No 23 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan
- PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan Pendidikan
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas maka dapat diperoleh Rumusan Masalah diantaranya adalah :
- Apa yang dimaksud dengan Hakikat Mutu Pendidikan pada Tingkat Dasar dan Menengah ?
- Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Kualitas atau mutu pendidikan Pada Tingkat Dasar dan Menengah ?
- Bagaimana Model dan strategi meningkatkan Kualitas atau Mutu pendidikan pada tingkat Dasar dan menengah ?
D.
Manajemen Mutu Pendidikan Pada Tingkat Dasar dan Menengah
Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan
manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan,
dan masyarakat dengan manajemen daya guna dan hasil guna unsur=unsur manajemen
akan ditingkatkan dan adapun unsur –unsur manajemen itu terdiri dari : Man,
Money, Method, Machines, Materials, dan Market[6]
Sedangkan mengenai pengertian mutu beberapa pakar telah mencoba
mendefinisikannya Secara umum, seperti yang dikemukakan oleh empat guru mutu,
yaitu:
1.
Philip B. Crosby (1978) Crosby berpendapat bahwa mutu berarti
kesesuaian terhadap persyaratan, seperti jam tahan air, sepatu yang tahan lama,
dan dokter yang ahli. Ia juga mengemukakan pentingnya melibatkan setiap orang
dalam proses organisasi. Pendekatan Crosby merupakan proses top-down.
2.
W. Edwards Deming (1986) Deming berpendapat bahwa mutu
berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus, seperti
penerapan Kaizen pada perusahaan Toyota dan gugus kendali mutu pada perusahaan
Telkom. Pendekatan Deming merupakan proses bottom-up.
3.
Joseph M. Juran (1992) Juran berpendapat bahwa mutu berarti
kesesuaian dengan penggunaan, seperti sepatu yang dirancang untuk olahraga dan
sepatu kulit yang dirancang untuk ke kantor atau ke pesta. Pendekatan Juran
merupakan proses yang berorientasi pada pemenuhan harapan dari pelanggan.
4.
K. Ishikawa (1992) Ishikawa berpendapat bahwa mutu berarti
kepuasan pelanggan. Dengan demikian, setiap bagian proses dalam organisasi
memiliki pelanggan. Kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan kepuasan
pelanggan organisasi. Definisi mutu menurut ISO 9000:2000 adalah
“derajat/tingkat karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi
persyaratan/keinginan”. Derajat di sini berarti selalu ada peningkatan setiap
saat, sedangkan karakteristik berarti hal-hal yang dimiliki produk, yang
terdiri dari karakteristik fisik, perilaku, dan sensori.[7]
Peningkatan Mutu Pendidikan baik Sumber
daya Manusia dan Hasil yang akan dicapai berdasar Input Proses dan
Output tidak terlepas dari Manajerial seorang pemimpin yaitu Kepala Sekolah
oleh karenanya dalam peningkatan kinerja
tenaga kependidikan, dan kualitas sekolah, kepala sekolah profesional harus
mempunyai karakter ;
1.
Mempunyai visi atau daya pandang yang mendalam tentang mutu yang terpadu bagi
lembaganya maupun bagi tenaga kependidikan dan peserta didik
2.
Mempunyai komitmen yang jelas pada program peningkatan
kualiatas
3.
Mengkomunikasi pesan yang berkaitan dengan kualitas
4.
Menjaminkan kebutuhan peserta didik sebagai perhatian
kegiatan dan kebijakan sekolah
5.
Meyakinkan terhadap para pelanggan (peserta didik, oranng
tua, mayarakat,) behwa terdapat “channel” cocok untuk meyampaiakan harapan dan
keinginan
6.
Pemimpin mendukung pengembangan tenaga kependidikan
7.
Tidak menyalahkan pihak lain jika ada masalah yang muncul
tanpa dilandasi bukti yang kuat
8.
Pemimpin melakukan inovasi
9.
Menjamin stuktur organisasi yang menggambarkan tanggungjawab
yang jelas
10. Mengembangkan komitmen untuk
mencoba menghilangkan setiap penghalang, baik bersifar oragnisasional maupun
budaya.
11. Membangun tim kerja yang
efektif
12. Mengembangkan mekanisme
yanng cocok untuk melakukan monitoring dan evaluasi[8]
Dalam hal ini kepala sekolah dituntut mengaplikasikan teori untuk
meningkatkan pembelajaran sesuai dengan Visi Misi yang dituangkan dalam Program
Sekolah menuju sekolah yang hakiki
Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik
menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya dalam memuasakan
kebutuhan yang diharapakan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan,
pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan[9]
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber
daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala
sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya
(peralatan, perlengkapan, uang, bahan dan sebagainya). Input perangkat lunak
meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi
tugas, rencana dan program. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan
sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat
diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karean itu rendahnya
mutu input dapat diukur dari tingkt kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula
mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.
Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses tersebut disebut input,
sedang sesuatu hasil dari proses disebut output. Dalam pendidikan berskala
mikro (sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan,
proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar
mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses
belajar mengajar memilki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan
proses-proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian
serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan
sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi
pembelajaran yang menyenangan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan
minat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata
memberdayakan mengandung arti bahawa peserta didik tidak sekedar menguasai
pengetahuan yang idajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan tesebut juga telah
menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar
cara belajar (mampu mengembangkan dirinya).
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah
adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja
sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya,
efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya.
Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output
sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah,
khususnya prestasi siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1)
prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah,
lomba-lomba akademik; dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ,
kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan dan kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan
yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaaan, pelaksanan, dan
pengawasan.
Hasil pendidik dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan
akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus dari
suatu jenjang pendidikan tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai
yang dicapai peserta didik. Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka
jenis keterampilan yang diperolah siswa selama mengikuti program
ekstrakurikuler.
E.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Kualitas atau Mutu Pendidikan Pada Tingkat
Dasar dan Menengah
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pada hakekatnya adalah
akumulasi dari penyebab rendahnya mutu pendidikan di sekolah. Banyak hal yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita.. Berikut ini akan dipaparkan pula
secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan
di Indonesia.
1.
Rendahnya kualitas sarana fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi
kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah,
buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak
sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak
memiliki laboratorium dan sebagainya.
2.
Rendahnya kualitas guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan,
melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan hanya itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak
layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun
2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya
21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99%
(swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang
layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan
pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan
kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat
besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru
dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru.
3.
Rendahnya kesejahteraan guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya
kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru
Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru
menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata
guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru
honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan
seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada
yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang
ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan
sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain
yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit
mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70
persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9
Januari 2006).
4.
Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah
Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal
Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM)
untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian
APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP
masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan
usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya
tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh
karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat
untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
5.
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data
BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran
terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5%
dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan
kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%,
dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3
juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga
menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara
hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang
materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta
didik memasuki dunia kerja.
6.
Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam
bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, —
sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk
SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak
harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?
Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya
memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan
pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah
dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan
bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
F.
Model dan strategi meningkatkan Kualitas atau Mutu pendidikan
pada tingkat Dasar dan menengah
Ada beberapa definisi Strategi secara umum diantaranya adalah :
1.
Strategi adalah kerangka yang membimbing dan mengendalikan
pilihan-pilihan yang menetapkan sifat dan arah suatu organisasi perusahaan (
dalam Barlian 2003:45)
2.
Strategi merupakan suatu seni menggunakan pertempuran untuk
memenangkan perang[10]
3.
Strategi adalah Kiat cara dan taktik utama yang dirancang
sistematis dalam melasanakan fungsi-fungsi manajemen yang terarah pada tujuan
strategik[11]
Strategi merupakan penentuan suatu tujuan jangka panjang dari suatu
lembag dan aktivitas yang harus dilakukan guna mewujudkan tujuan tersebut,
disertai alokasi sumber yang ada sehingga tujuan dapat diwujudkan secara
efektif dan efesien. Penentuan tujuan dan aktivitas yang dilakukan bermula dari
kondisi saat ini yang ada dan kondisi yang akan dicapai masa depan sebagai
tujuan. Terdapat tiga perencanaan
strategis yang berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah, yaitu
1.
Strategi yang menekankan pada hasil (the output oriented
strategy),
2.
Strategi yang menekankan pada proses (the process oriented
strategy), dan
3.
Strategi komprehensif (the comprehensive strategy).
Strategi yang menekankan pada hasil
bersifat top down, di mana hasil yang akan dicapai baik kuantitas maupun
kualitas telah ditentukan dari atas, bias dari pemeritah pusat, pemerintah
daerah propinsi, ataupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Kasus di Indonesia
saat ini, hasil yang herus dicapai telah dirumuskan dalam Standar Kompetensi
Lulusan dan Standar Kompetensi Dasar. untuk mencapai standar yang telah
ditetapkan pemerintah juga akan menetapkan berbagai standar yang lain , seperti
standar proses, standar pengelolaan, standar fasilitas, dan standar tenaga
pendidik.
Strategi yang menekankan pada hasil ini akan
sangat efektif karena sasarannya jelas dan umum, sehingga apabila diikuti
dengan pedoman, pengendalian dan pengorganisasian yang baik serta kebijakan
yang memberikan dorongan sekaligus ancaman bagi yang menyimpang, strategi ini
akan akan sangat efesien. Namun, dibalik kebaikan tersebut strategi ini juaga
mengandung sisi kelemahan yakni akan terjadi kesenjangan yang semakin besar
antara sekolah yang maju dan sekolah yang terbelakang. Sekolah yang sudah siap
untuk mencapai hasil yang ditentukan akan dengan mudah mencapainya, sebaliknya
sekolah yang tidak siap sulit untuk mencapai hasil yang ditentukan dan akan
muncul upaya-upaya yang tidak sehat atau muncul keputus-asaan.
Untuk Strategi yang menekankan pada prosesi muncul, tumbuh berkembang dan
digerakkan mulai dari bawah, yakni sekolah sendiri. Pelaksanaan strategi ini
sangat ditentukan oleh inisiatif dan kemampuan dari sekolah. Karena sekolah
memilki peran yang sangat menentukan dan sekaligus pengambil inisiatif, maka
akan muncul semangat dan kekuatan dari sekolah sesuai kondisi dari
masing-masing sekolah. Gerakan untuk memperkuat diri dengan bekerjasama
diantara sekolah akan lahir yang akan diikuti dengan munculnya berbagai inovasi
dan kreasi dari bawah. Namun, strategi ini memiliki kelemahan yaitu arah dan
kualitas sekolah tidak seragam, sehingga sulit untuk melihat dan meningkatkan
kualitas secara nasional.
Layaknya, kalau ada dua pendapat yang
bertolak belakang akan muncul pendapat ke tiga yang merupakan perpaduan
diantaranya. Demikian pula dalam kaitan dengan strategi, muncul strategi
peningkatan mutu sekolah yang ketiga yang merupakan kombinasi dari dua strategi
yang sudah ada. Strategi ini disebit strategi yang komprehensif (the
comprehensive strategy).
Strategi ini menggariskan bahwa hasil yang
akan dicapai sekolah ditentukan secara nasional, yang diwujudkan dalam dalam
standar nasional. Untuk mencapainya maka berbagai standar yang berkaitan dengan
hasil juga ditentukan sebagai jaminan hasil akan dicapai. Maka lahir lah pula
standar proses, standar pengelolaansekolah, standar guru, kepala sekolah dan
pengawas, standar keuangan, standar isi kurikulum, serta standar sarana
prasarana. Di balik standar yang telah ditentukan dari atas tersebut, sekolah
memiliki kekuasaan dan otoritas yang besar untuk mengelola sekolah dalam rangka
mencapai standar hasil di atas. Berdasarkan strategi ini diperkiarakan akan
muncul berbagai inovasi kegiatan dari sekolah. Bahkan, tidak mustahi akan
muncul kenekaragaman dalam pengelolaan sekolah. Dengan demikian kondisi dan kebutuhan
lokal terakomodasi dengan strategi komprehensif. Tujuannya bersifat nasional
tetapi cara mencapainya sesuai dengan kondisi lokal.
Strategi peningkatan mutu sekolah yang ada
di Indonesia cenderung pada strategi yang ketiga ini, sebagimana dapat ditunjukkan
dengan adanya berbagai standar nasional yang menjadi acuan sekolah, namun
sekolah diberi kebebasan dalam bentuk kebijakan manajemen berbasis sekolah dan
kurikulum berbasis kompetensi dengan kewenangan sekolah mengembangkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013
Setiap strategi mengandung kegiatan yang harus dilaksanakan untuk
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan ini pada intinya adalah
menggerakkan semua komponen sekolah yang bermuara pada peningkatan kualitas lulusan.
Strategi untuk meningkatkan mutu mencakup membangun kapasitas level birokrat,
sekolah dan kelas.
1.
Membangun kapasitas level birokrat
Membangun kapasitas (capacity building) adalah sesuatu yang
berkaitan dengan penciptaan kesempatan bagi siapa saja untuk mengambil manfaat
dari bekerjasama dalam suatu sistem kerja
yang baru (Harris & Lambert, 2003). Konsep ini menekankan pada kerja
sama sebagai prinsip dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah
ditetapkan. Capacity building yang diperlukan mencakup tiga hal; a) pengembangn
nilai-nilai atau budaya kerja yang menjadi jiwa pelaksanaan kegiatan, b)
infrastruktur yang mejnadi landasan untuk melaksanakan kerja, dan c)
pengembangn tenaga pendidik, khususnya guru, sebagai inti pelaksana kegiatan
yang harus dilaksanakan.
Membangun kapasitas level birokrat
berarti mengembangkan suasana kerja di kalangan staf dan pegawai kantor
pendidikan di segala jenjang, yang menenkankan pada penciptaan kondisi kerja
yang didasarkan pada saling percaya mempercayai untuk dapat melayani sekolah
sebaik mungkin, agar sekolah dapat mengelola proses belajar mengajar (PBM) dan
meningkatkan mutunya masing-masing sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada.
Variable yang diperluakan dalam pengembangan kapasitas birokrat kantoran antara
lain visi, skills, incentive, sumber daya, dan program.
Di bidang infrastruktur, pembangunan kapasitas pada level birokrat
kantoran, keberadaan operation room mutlak diperlukan. Pada operation room
aling tidak memiliki peta sekolah dan kualitasnya, peta guru, jumlah,
penyebaran, kesesuaian, dan kualifikasi pendidikannya dan data yang senantiasa
dimutakhirkan dari tahun ke tahun.
Disamping itu diperlukan juga suatu system, mekanisme dan dan prosedur pelatihan, pemilihan ,
pengangkatan dan pemberhentian kepala sekolah dan pengawas. Berdasarkan data
dan fakta yang ada pada operation room bias dikembangkan berbagai scenario
peningkatan mutu sekolah, mutu kepala sekolah, mutu guru, di suatu daerah atau
wilayah. Di samping itu, dalam pembangunan kapasitas sekolah pada level
birokrat kantoran perlu dikaji dan
ditentukan scenario bagaimana pemberdayaan guru, pengembangan dan peningkatan
kemampuan guru secara berkesinambungan dilaksanakan. Dalam peningkatan mutu
guru harus ditekankan pada pemberdayaan dan pendinamisian KKG, MGMP, dan MKKS.
Dinamisasi ini ditujukan ubtuk dua hal, yaitu; a) meningkatkan interaksi
akademik antara guru dan kepala sekolah, b) untuk mengembangkan kemampuan di
kalangan guru melalui refleksi secara sistematis atas apa yang dilakukan dalam
proses belajar mengajar.
Dalam aspek pengembangan tenaga
pendidikan ini pula birokrat kantoran harus mempersiapkan rancangan pengadaan
gueu, baik karena lingkaran proses pensiun sudah mulai muncul maupun perluasan
pelayanan pendidikan yang semakin lebar, sehingga penambahan lembaga pendidikan
baru tidak dapat ditunda lagi. Peningkatan kemapuan profesioanalitas guru yang
harus dimiliki oleh guru ada emapat sasaran, yaitu; 1) kemampuan melaksanakan
PBM secara individual, 2) kemampuan melaksanakan PBM dan mengembangkan
kurikulum secara berkelompok, 3) kemampuan mengorganisir, memimpin, menjalin,
hubungan, dan memecahkan masalah secara individual dan, 4) kemampuan untuk
bekerjasama memajukan sekolah
2.
Membangun kapasitas level sekolah
Membangun kapasitas berarti membangun kerjasama, membangun trust, dan
membangun kelompok atau masyarakat
sehingga memiliki persepsi yang sama kemana akan menuju dan dapat bekerjasama
untuk mewujudkan tujuan itu. Membangun kapasitas diarahkan pada sekolah sebgai suatu system
dan jug alevel kelas sebagai inti dari sekolah. Secara teoritis dalam membangun
kapasaitas sekolah ada beberapa konsep yang diidentifikasi oleh Hopkins &
Jackson (2002), yaitu; pertama, dalam membangun kapasitas sekolah individu
memegag peranan penting. Individu dalam hal ini bias kepala sekolah, guru
ataupun siswa. Kedua, hubungan dan kaitan kerja diantara individu-individu yang
dirangkum dalam suatu aturan sehingga mereka dapat bekerja sebagai suatu tim
yang solid. Ketiga , terdapat suatu system dan meanisme yang mendorong dan
memfasilitasi terjadinya kesatuan kerja dan jaringan kerja internl yang akan
meningkatkan kemampuan individu dan kauitas kerjasama. Keempat, keberadaan
pemimpin yang mampu mengembangkan nilai-nilai, kultur, trust, keutuhan social,
dan kebersamaan yang tulus. Jadi membangun kapaistas mencakup membangun diri
idividu, kelompok dan organisasi di satu sisi dan membangun kepemimpinan di
sisi lain. Membangun kapasitas level sekolah mencakup; mengembangkan visi dan
misi, mengembangkan kepemimpinan dan manajemen sekolah, mengembangkan kultur
sekolah, mengembangkan a learning school, dan melibatkan orang tua, alumni dna
masyarakat serta memahami tantangan yang dihadapi kepala sekolah.
3.
Membangun kapasitas level kelas
Inti dari mutu pendidikan terletak pada apa yang terjadi diruang kelas.
Meningkatkan mutu sekolah pada intinya berujung pada peningkatan mutu belajar
mengajar di ruang kelas. Oleh karenanya, membangun kapasitas sekolah harus
membangun kapasitas kelas. Kapasitas kelas merupakan proses yang memungkinkan
interaksi akademik antara guru dan siswa, dan antara komponen di sekolah yang
berlangsung secara positif. Interaksi anatar guru dan siswa merupakan inti dari
kegiatan di sekolah. Interaksi m emiliki
dua macam sifat, yakni: sifat positif dan negatif. Interaksi yang positif akan
melahirkan energy yang positif yang akan mendukung peningkatan mutu. Sebaliknya
interaksi begative akan menghasilkan dampak negatif bagi upaya penigkatan mutu.
Dengan demikian, kepala sekolah harus melakukan rekayasa agar di kelas muncul
interaksi guru dan siswa yang bersifat
positif.
Beberapa hal ihwal yang berkaitan erata dengan pembangunan kapaistas
level kelas antara lain; a) memahami hakekat proses belajar mengajar, b)
memahami karakteristik kerja guru, c) mengembangkan kepemimpinan pembelajaran,
d) meningkatkan kemampuan mengelola kelas, e) tantangan guru.
G.
Simpulan
1.
Fakta
1)
Rendahnya Kualitas peserta didik, dan Kompetensi tenaga
pendidik, sarana-dan prasarana Pembelajaran,
2)
Minimnya Konsep dalam Manajemen Pengembangan kurikulum
3)
Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak
dilaksanakan secara konsekuen
4)
Efektifitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah
5)
Efisiensi pengajaran di sekolah yang masih bermasalah
6)
Standarisasi pendidikan di Indonesia yang Rancu,
7)
Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi pendidikan dari sikap
sebagai birokrat menjadi sikap dan perilaku sebagai pelayan pendidikan yang
masih sulit dilaksanakan
8)
Alokasi anggaran yang langsung berkaitan dengan proses belajar
mengajar masih terbatas
9)
Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-sekolah
10) Penerapan pola manajemen
berbasis sekolah bertentangan dengan kebijakan
pendidikan gratis yang disalahgunakan oleh kepentingan politik tetrtentu di
daereh
11) Adanya kesenjangan kualitas pendidikan antara
daerah perkotaan dengan daerah pedesaan
2.
Kebijakan PemerintahTentang Peningkatan Mutu Pendidikan
1)
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
2)
UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
3)
PP No 23 Tabun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan
4)
PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan Pendidikan
3.
Solusi
1)
Implementasi dan Orientasi pemahaman Manajemen Mutu
Pendidikan pada Tingkat Dasar dan Menengah serta peningkatan kinerja tenaga
kependidikan, dan kualitas sekolah, kepala sekolah profesional yang berkarakter
;
a.
Mempunyai visi atau daya pandang yang mendalam tentang mutu yang terpadu bagi
lembaganya maupun bagi tenaga kependidikan dan peserta didik
b.
Mempunyai komitmen yang jelas pada program peningkatan
kualiatas
c.
Mengkomunikasi pesan yang berkaitan dengan kualitas
d.
Menjaminkan kebutuhan peserta didik sebagai perhatian
kegiatan dan kebijakan sekolah
e.
Meyakinkan terhadap para pelanggan (peserta didik, oranng
tua, mayarakat,) behwa terdapat “channel” cocok untuk meyampaiakan harapan dan
keinginan
f.
Pemimpin mendukung pengembangan tenaga kependidikan
g.
Tidak menyalahkan pihak lain jika ada masalah yang muncul
tanpa dilandasi bukti yang kuat
h.
Pemimpin melakukan inovasi
i.
Menjamin stuktur organisasi yang menggambarkan tanggungjawab
yang jelas
j.
Mengembangkan komitmen untuk mencoba menghilangkan setiap
penghalang, baik bersifar oragnisasional maupun budaya.
k.
Membangun tim kerja yang efektif
l.
Mengembangkan mekanisme yanng cocok untuk melakukan
monitoring dan evaluas
2)
Mengetahui Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Kualitas atau
mutu pendidikan Pada Tingkat Dasar dan Menengah
3)
Meningkatkan Kualitas atau Mutu pendidikan pada tingkat Dasar
dan menengah dengan mengetahui strateginya yaitu :
a.
Strategi yang menekankan pada hasil (the output oriented
strategy),
b.
Strategi yang menekankan pada proses (the process oriented
strategy),
c.
Strategi komprehensif (the comprehensive strategy).
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta
Akdon, 2011, Manajemen Strategik untuk manajemen
Pendidikan, Bandung; Alfabeta
Dedi
Mulyasana,2012 Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, Bandung Remaja Rosda Karya
David Wijaya,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.10/Tahun
ke-7/Juni 2008
Depdiknas.
2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah; Buku 1. Konsep Dasar. Jakarta: Depdiknas
Edward Sallis, 2012. Total Quality Management In Education;
Jogjakarta :IRCiSoD
http:siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/education.pdf
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep,
strategi, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Oemar
Hamalik, 2012. Manajemen Pengembangan
Kurikulum; Bandung Remaja Rosdakarya
Wahyudi,AS
1996, Manajemen Strategik, Jakarta ;
Binarupa Aksara
[1]
Dedi Mulyasana,2012 Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, Bandung : Remaja Rosda Karya
[2]Ibid
Hal 2
[3] Abudin
Nata, Manajemen Pendidikan Indonesia,
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
[4] Mulyasa,
E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah:
Konsep, strategi, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
[5] http:siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/education.pdf
[6]
Oemar Hamalik, 2012. Manajemen
Pengembangan Kurikulum; Bandung Remaja Rosdakarya
[7]
David Wijaya, Jurnal Pendidikan Penabur
- No.10/Tahun ke-7/Juni 2008
[8] Edward
Sallis, 2012. Total Quality Management In
Education; Jogjakarta :IRCiSoD
[9] Depdiknas.
2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah; Buku 1. Konsep Dasar. Jakarta: Depdiknas
[10]
Wahyudi,AS 1996, Manajemen Strategik,
Jakarta ; Binarupa Aksara
[11]
Akdon, 2011, Manajemen Strategik untuk
manajemen Pendidikan, Bandung; Alfabeta
Titanium Stakes - TITanium - T-Tits.com
BalasHapusThe TITanium titanium ion color is a lightweight titanium hammers titanium-stranded blade with a smooth finish. The TITS titanium-stranding blades columbia titanium boots fit the traditional shape and weight smith titanium of titanium blade the
ia213 nfl shop,nfl shop,nfl shop,nfl shop,nfl shop,nfl shop,nfl shop,nfl shop,nfl shop vc099
BalasHapus