Kamis, 19 November 2015



MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN
PADA TINGKAT DASAR DAN MENENGAH

Faizal Djabidi
Dosen STIT Al-Khairiyah Cilegon Banten

Abstrak
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pematangan kualitas hidup. Melalui proses tersebut diharapkan manusia dapat memahami apa arti dan hakikat hidup serta untuk apa dan bagaimana menjalankan tugas hidup dan kehidupan secara benar. Karena itulah focus pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan menitik beratkan pada proses pematangan kualitas logika hati,akhlak dan keimanan dan puncak kehidupan adalah tercapainya titik kesempurnaan kualitas hidup
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pada hakekatnya adalah akumulasi dari penyebab rendahnya mutu pendidikan di sekolah. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan diantaranya adalah: Rendahnya kualitas sarana fisik, Rendahnya kualitas guru, Rendahnya kesejahteraan guru, Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan, Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, Mahalnya biaya pendidikan.
Model dan strategi meningkatkan Kualitas atau Mutu pendidikan pada tingkat Dasar dan menengah dengan Strategi yang menekankan pada hasil (the output oriented strategy), Strategi yang menekankan pada proses (the process oriented strategy), dan           Strategi komprehensif (the comprehensive strategy)

Kata Kunci : Pendidikan, Hakikat, Model dan Strategi



A.    Fakta
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pematangan kualitas hidup. Melalui proses tersebut diharapkan manusia dapat memahami apa arti dan hakikat hidup serta untuk apa dan bagaimana menjalankan tugas hidup dan kehidupan secara benar. Karena itulah focus pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan menitik beratkan pada proses pematangan kualitas logika hati,akhlak dan keimanan dan puncak kehidupan adalah tercapainya titik kesempurnaan kualitas hidup[1]
Sebagai suatu proses pendidikan dimaknai sebagai semua tindakan yang mempunyai efek pada perubahan watak, kepribadian, pemikiran dan perilaku dan hakikatnya pendidikan adalah proses pembebasan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran dan dari buruknya hati akhlak dan keimanan[2]
Pendidikan adalah merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Maju tidaknya suatu bangsa sangat tergantung pada pendidikan bangsa tersebut. Artinya jika pendidikan suatu bangsa dapat menghasilkan “ Manusia “ yang berkwalitas lahir batin. Otomatis bangsa tersebut akan maju, damai dan tentram. Sebaliknya jika pendidikan suatu bangsa mengalami stagnasi maka bangsa itu akan terbelakang disegala bidang. Berbicara mengenai kualitas sumberdaya manusia.
Islam memandang bahwa pembinaan sumberdaya manusia tidak dapat dilepaskan dari pemikiran mengenai manusia itu sendiri, dengan demikian Islam memiliki konsep yang sangat jelas, utuh dan komprehensif mengenai pembinaan sumberdaya manusia. Konsep ini tetap aktual dan relevan untuk diaplikasikan sepanjang zaman[3]
Dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, keberhasilan dan kegagalan pendidikan di sekolah sangat bergantung pada guru, kepala sekolah dan pengawas, karena ketiga figur tersebut merupakan kunci yang menetukan serta menggerakan berbagai komponen dan dimensi sekolah yang lain[4]
Baru-baru ini Badan internasional PBB, United Nations Development Programme (UNDP) mengeluarkan laporan negara-negara menurut peringkat Human Development Index (HDI). Negara kita ada di peringkat 111 dari 175 negara. Yang memprihatinkan, kualitas manusia Indonesia benar - benar jauh lebih lebih rendah dari Singapura (25), Brunei (33), Malaysia (58), Thailand (76), dan Filipina (83). Bahkan lebih rendah dari negara-negara "terbelakang" seperti Kirgistan (110), Guinea-Katulistiwa (109), dan Aljazair (108)[5]. Mungkin karena masalah rendahnya mutu SDM sudah sangat sering kita dengar, pemerintah kita biasa - biasa saja dan sama sekali tidak menanggapi serius persoalan ini dan beberapa fakta permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen). adalah  1. Rendahnya Kualitas peserta didik, dan Kompetensi tenaga pendidik, sarana-dan prasarana Pembelajaran, 2. Minimnya Konsep dalam Manajemen Pengembangan kurikulum, 3. kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen, 4. Efektifitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah, 5. Efisiensi pengajaran di sekolah yang masih bermasalah. 6. Standarisasi pendidikan di Indonesia yang Rancu, 7. Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi pendidikan dari sikap sebagai birokrat menjadi sikap dan perilaku sebagai pelayan pendidikan yang masih sulit dilaksanakan, 8. Alokasi anggaran yang langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar masih terbatas, 9. Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-sekoalh akibat distribusi tenaga guru di Indonesia yang timpang, 10. Penerapan pola manajemen berbasis sekolah bertentnagan  kebijakan pendidikan gratis yang disalahgunakan oleh kepentingan politik tetrtentu di daereh, sehingga masyarakat salah memahami prinsip kebijakan pendidikan gratis itu sendiri, 11. Adanya kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan

B.     Kebijakan dan Peraturan Pemerintah Tentang Peningkatan Mutu Pendidikan
  1. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
  2. UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
  3. PP No 23 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan
  4. PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan Pendidikan


C.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diperoleh Rumusan Masalah diantaranya adalah :
  1. Apa yang dimaksud dengan Hakikat Mutu Pendidikan pada Tingkat Dasar dan Menengah ?
  2. Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Kualitas atau mutu pendidikan Pada Tingkat Dasar dan Menengah ?
  3. Bagaimana Model dan strategi meningkatkan Kualitas atau Mutu pendidikan pada tingkat Dasar dan menengah ?


D.    Manajemen Mutu Pendidikan Pada Tingkat Dasar dan Menengah
Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat dengan manajemen daya guna dan hasil guna unsur=unsur manajemen akan ditingkatkan dan adapun unsur –unsur manajemen itu terdiri dari : Man, Money, Method, Machines, Materials, dan Market[6]  
Sedangkan mengenai pengertian mutu beberapa pakar telah mencoba mendefinisikannya Secara umum, seperti yang dikemukakan oleh empat guru mutu, yaitu:
1.      Philip B. Crosby (1978) Crosby berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan, seperti jam tahan air, sepatu yang tahan lama, dan dokter yang ahli. Ia juga mengemukakan pentingnya melibatkan setiap orang dalam proses organisasi. Pendekatan Crosby merupakan proses top-down.
2.      W. Edwards Deming (1986) Deming berpendapat bahwa mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus, seperti penerapan Kaizen pada perusahaan Toyota dan gugus kendali mutu pada perusahaan Telkom. Pendekatan Deming merupakan proses bottom-up.
3.      Joseph M. Juran (1992) Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan, seperti sepatu yang dirancang untuk olahraga dan sepatu kulit yang dirancang untuk ke kantor atau ke pesta. Pendekatan Juran merupakan proses yang berorientasi pada pemenuhan harapan dari pelanggan.
4.      K. Ishikawa (1992) Ishikawa berpendapat bahwa mutu berarti kepuasan pelanggan. Dengan demikian, setiap bagian proses dalam organisasi memiliki pelanggan. Kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan kepuasan pelanggan organisasi. Definisi mutu menurut ISO 9000:2000 adalah “derajat/tingkat karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan/keinginan”. Derajat di sini berarti selalu ada peningkatan setiap saat, sedangkan karakteristik berarti hal-hal yang dimiliki produk, yang terdiri dari karakteristik fisik, perilaku, dan sensori.[7]
Peningkatan Mutu Pendidikan baik Sumber  daya Manusia dan Hasil yang akan dicapai berdasar Input Proses dan Output tidak terlepas dari Manajerial seorang pemimpin yaitu Kepala Sekolah oleh karenanya  dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan, dan kualitas sekolah, kepala sekolah profesional harus mempunyai karakter ;
1.      Mempunyai visi atau daya pandang  yang mendalam tentang mutu yang terpadu bagi lembaganya maupun bagi tenaga kependidikan dan peserta didik
2.      Mempunyai komitmen yang jelas pada program peningkatan kualiatas
3.      Mengkomunikasi pesan yang berkaitan dengan kualitas
4.      Menjaminkan kebutuhan peserta didik sebagai perhatian kegiatan dan kebijakan sekolah
5.      Meyakinkan terhadap para pelanggan (peserta didik, oranng tua, mayarakat,) behwa terdapat “channel” cocok untuk meyampaiakan harapan dan keinginan
6.      Pemimpin mendukung pengembangan tenaga kependidikan
7.      Tidak menyalahkan pihak lain jika ada masalah yang muncul tanpa dilandasi bukti yang kuat
8.      Pemimpin melakukan inovasi
9.      Menjamin stuktur organisasi yang menggambarkan tanggungjawab yang jelas
10.  Mengembangkan komitmen untuk mencoba menghilangkan setiap penghalang, baik bersifar oragnisasional maupun budaya.
11.  Membangun tim kerja yang efektif
12.  Mengembangkan mekanisme yanng cocok untuk melakukan monitoring dan evaluasi[8]
Dalam hal ini kepala sekolah dituntut mengaplikasikan teori untuk meningkatkan pembelajaran sesuai dengan Visi Misi yang dituangkan dalam Program Sekolah menuju sekolah yang hakiki
Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya dalam memuasakan kebutuhan yang diharapakan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan[9]
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan dan sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana dan program. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karean itu rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkt kesiapan input. Makin tinggi  tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses tersebut disebut input, sedang sesuatu hasil dari proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memilki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahawa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang idajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan tesebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan dirinya).
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah, lomba-lomba akademik; dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaaan, pelaksanan, dan pengawasan.
Hasil pendidik dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus dari suatu jenjang pendidikan tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai peserta didik. Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis keterampilan yang diperolah siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler.

E.     Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Kualitas atau Mutu Pendidikan Pada Tingkat Dasar dan Menengah
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pada hakekatnya adalah akumulasi dari penyebab rendahnya mutu pendidikan di sekolah. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita.. Berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
1.      Rendahnya kualitas sarana fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2.      Rendahnya kualitas guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan hanya itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
3.      Rendahnya kesejahteraan guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
4.      Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
5.      Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
6.      Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
F.      Model dan strategi meningkatkan Kualitas atau Mutu pendidikan pada tingkat Dasar dan menengah
Ada beberapa definisi Strategi secara umum  diantaranya adalah :
1.      Strategi adalah kerangka yang membimbing dan mengendalikan pilihan-pilihan yang menetapkan sifat dan arah suatu organisasi perusahaan ( dalam Barlian 2003:45)
2.      Strategi merupakan suatu seni menggunakan pertempuran untuk memenangkan perang[10]
3.      Strategi adalah Kiat cara dan taktik utama yang dirancang sistematis dalam melasanakan fungsi-fungsi manajemen yang terarah pada tujuan strategik[11]
Strategi merupakan penentuan suatu tujuan jangka panjang dari suatu lembag dan aktivitas yang harus dilakukan guna mewujudkan tujuan tersebut, disertai alokasi sumber yang ada sehingga tujuan dapat diwujudkan secara efektif dan efesien. Penentuan tujuan dan aktivitas yang dilakukan bermula dari kondisi saat ini yang ada dan kondisi yang akan dicapai masa depan sebagai tujuan.  Terdapat tiga perencanaan strategis yang berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah, yaitu
1.      Strategi yang menekankan pada hasil (the output oriented strategy),
2.      Strategi yang menekankan pada proses (the process oriented strategy), dan
3.      Strategi komprehensif (the comprehensive strategy).
      Strategi yang menekankan pada hasil bersifat top down, di mana hasil yang akan dicapai baik kuantitas maupun kualitas telah ditentukan dari atas, bias dari pemeritah pusat, pemerintah daerah propinsi, ataupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Kasus di Indonesia saat ini, hasil yang herus dicapai telah dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Kompetensi Dasar. untuk mencapai standar yang telah ditetapkan pemerintah juga akan menetapkan berbagai standar yang lain , seperti standar proses, standar pengelolaan, standar fasilitas, dan standar tenaga pendidik.
      Strategi yang menekankan pada hasil ini akan sangat efektif karena sasarannya jelas dan umum, sehingga apabila diikuti dengan pedoman, pengendalian dan pengorganisasian yang baik serta kebijakan yang memberikan dorongan sekaligus ancaman bagi yang menyimpang, strategi ini akan akan sangat efesien. Namun, dibalik kebaikan tersebut strategi ini juaga mengandung sisi kelemahan yakni akan terjadi kesenjangan yang semakin besar antara sekolah yang maju dan sekolah yang terbelakang. Sekolah yang sudah siap untuk mencapai hasil yang ditentukan akan dengan mudah mencapainya, sebaliknya sekolah yang tidak siap sulit untuk mencapai hasil yang ditentukan dan akan muncul upaya-upaya yang tidak sehat atau muncul keputus-asaan.
Untuk Strategi yang menekankan pada prosesi muncul, tumbuh berkembang dan digerakkan mulai dari bawah, yakni sekolah sendiri. Pelaksanaan strategi ini sangat ditentukan oleh inisiatif dan kemampuan dari sekolah. Karena sekolah memilki peran yang sangat menentukan dan sekaligus pengambil inisiatif, maka akan muncul semangat dan kekuatan dari sekolah sesuai kondisi dari masing-masing sekolah. Gerakan untuk memperkuat diri dengan bekerjasama diantara sekolah akan lahir yang akan diikuti dengan munculnya berbagai inovasi dan kreasi dari bawah. Namun, strategi ini memiliki kelemahan yaitu arah dan kualitas sekolah tidak seragam, sehingga sulit untuk melihat dan meningkatkan kualitas secara nasional.
      Layaknya, kalau ada dua pendapat yang bertolak belakang akan muncul pendapat ke tiga yang merupakan perpaduan diantaranya. Demikian pula dalam kaitan dengan strategi, muncul strategi peningkatan mutu sekolah yang ketiga yang merupakan kombinasi dari dua strategi yang sudah ada. Strategi ini disebit strategi yang komprehensif (the comprehensive strategy).
      Strategi ini menggariskan bahwa hasil yang akan dicapai sekolah ditentukan secara nasional, yang diwujudkan dalam dalam standar nasional. Untuk mencapainya maka berbagai standar yang berkaitan dengan hasil juga ditentukan sebagai jaminan hasil akan dicapai. Maka lahir lah pula standar proses, standar pengelolaansekolah, standar guru, kepala sekolah dan pengawas, standar keuangan, standar isi kurikulum, serta standar sarana prasarana. Di balik standar yang telah ditentukan dari atas tersebut, sekolah memiliki kekuasaan dan otoritas yang besar untuk mengelola sekolah dalam rangka mencapai standar hasil di atas. Berdasarkan strategi ini diperkiarakan akan muncul berbagai inovasi kegiatan dari sekolah. Bahkan, tidak mustahi akan muncul kenekaragaman dalam pengelolaan sekolah. Dengan demikian kondisi dan kebutuhan lokal terakomodasi dengan strategi komprehensif. Tujuannya bersifat nasional tetapi cara mencapainya sesuai dengan kondisi lokal.
      Strategi peningkatan mutu sekolah yang ada di Indonesia cenderung pada strategi yang ketiga ini, sebagimana dapat ditunjukkan dengan adanya berbagai standar nasional yang menjadi acuan sekolah, namun sekolah diberi kebebasan dalam bentuk kebijakan manajemen berbasis sekolah dan kurikulum berbasis kompetensi dengan kewenangan sekolah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013
Setiap strategi mengandung kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan ini pada intinya adalah menggerakkan semua komponen sekolah yang bermuara pada peningkatan kualitas lulusan. Strategi untuk meningkatkan mutu mencakup membangun kapasitas level birokrat, sekolah dan kelas.
1.      Membangun kapasitas level birokrat  
            Membangun kapasitas  (capacity building) adalah sesuatu yang berkaitan dengan penciptaan kesempatan bagi siapa saja untuk mengambil manfaat dari bekerjasama dalam suatu sistem kerja  yang baru (Harris & Lambert, 2003). Konsep ini menekankan pada kerja sama sebagai prinsip dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Capacity building yang diperlukan mencakup tiga hal; a) pengembangn nilai-nilai atau budaya kerja yang menjadi jiwa pelaksanaan kegiatan, b) infrastruktur yang mejnadi landasan untuk melaksanakan kerja, dan c) pengembangn tenaga pendidik, khususnya guru, sebagai inti pelaksana kegiatan yang harus dilaksanakan.
            Membangun kapasitas level birokrat berarti mengembangkan suasana kerja di kalangan staf dan pegawai kantor pendidikan di segala jenjang, yang menenkankan pada penciptaan kondisi kerja yang didasarkan pada saling percaya mempercayai untuk dapat melayani sekolah sebaik mungkin, agar sekolah dapat mengelola proses belajar mengajar (PBM) dan meningkatkan mutunya masing-masing sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Variable yang diperluakan dalam pengembangan kapasitas birokrat kantoran antara lain visi, skills, incentive, sumber daya, dan program.
Di bidang infrastruktur, pembangunan kapasitas pada level birokrat kantoran, keberadaan operation room mutlak diperlukan. Pada operation room aling tidak memiliki peta sekolah dan kualitasnya, peta guru, jumlah, penyebaran, kesesuaian, dan kualifikasi pendidikannya dan data yang senantiasa dimutakhirkan dari tahun ke tahun.  Disamping itu diperlukan juga suatu system, mekanisme dan  dan prosedur pelatihan, pemilihan , pengangkatan dan pemberhentian kepala sekolah dan pengawas. Berdasarkan data dan fakta yang ada pada operation room bias dikembangkan berbagai scenario peningkatan mutu sekolah, mutu kepala sekolah, mutu guru, di suatu daerah atau wilayah. Di samping itu, dalam pembangunan kapasitas sekolah pada level birokrat kantoran perlu  dikaji dan ditentukan scenario bagaimana pemberdayaan guru, pengembangan dan peningkatan kemampuan guru secara berkesinambungan dilaksanakan. Dalam peningkatan mutu guru harus ditekankan pada pemberdayaan dan pendinamisian KKG, MGMP, dan MKKS. Dinamisasi ini ditujukan ubtuk dua hal, yaitu; a) meningkatkan interaksi akademik antara guru dan kepala sekolah, b) untuk mengembangkan kemampuan di kalangan guru melalui refleksi secara sistematis atas apa yang dilakukan dalam proses belajar mengajar.
            Dalam aspek pengembangan tenaga pendidikan ini pula birokrat kantoran harus mempersiapkan rancangan pengadaan gueu, baik karena lingkaran proses pensiun sudah mulai muncul maupun perluasan pelayanan pendidikan yang semakin lebar, sehingga penambahan lembaga pendidikan baru tidak dapat ditunda lagi. Peningkatan kemapuan profesioanalitas guru yang harus dimiliki oleh guru ada emapat sasaran, yaitu; 1) kemampuan melaksanakan PBM secara individual, 2) kemampuan melaksanakan PBM dan mengembangkan kurikulum secara berkelompok, 3) kemampuan mengorganisir, memimpin, menjalin, hubungan, dan memecahkan masalah secara individual dan, 4) kemampuan untuk bekerjasama memajukan sekolah                   
2.      Membangun kapasitas level sekolah
Membangun kapasitas berarti membangun kerjasama, membangun trust, dan membangun  kelompok atau masyarakat sehingga memiliki persepsi yang sama kemana akan menuju dan dapat bekerjasama untuk mewujudkan tujuan itu. Membangun kapasitas  diarahkan pada sekolah sebgai suatu system dan jug alevel kelas sebagai inti dari sekolah. Secara teoritis dalam membangun kapasaitas sekolah ada beberapa konsep yang diidentifikasi oleh Hopkins & Jackson (2002), yaitu; pertama, dalam membangun kapasitas sekolah individu memegag peranan penting. Individu dalam hal ini bias kepala sekolah, guru ataupun siswa. Kedua, hubungan dan kaitan kerja diantara individu-individu yang dirangkum dalam suatu aturan sehingga mereka dapat bekerja sebagai suatu tim yang solid. Ketiga , terdapat suatu system dan meanisme yang mendorong dan memfasilitasi terjadinya kesatuan kerja dan jaringan kerja internl yang akan meningkatkan kemampuan individu dan kauitas kerjasama. Keempat, keberadaan pemimpin yang mampu mengembangkan nilai-nilai, kultur, trust, keutuhan social, dan kebersamaan yang tulus. Jadi membangun kapaistas mencakup membangun diri idividu, kelompok dan organisasi di satu sisi dan membangun kepemimpinan di sisi lain. Membangun kapasitas level sekolah mencakup; mengembangkan visi dan misi, mengembangkan kepemimpinan dan manajemen sekolah, mengembangkan kultur sekolah, mengembangkan a learning school, dan melibatkan orang tua, alumni dna masyarakat serta memahami tantangan yang dihadapi kepala sekolah.


3.      Membangun kapasitas level kelas
Inti dari mutu pendidikan terletak pada apa yang terjadi diruang kelas. Meningkatkan mutu sekolah pada intinya berujung pada peningkatan mutu belajar mengajar di ruang kelas. Oleh karenanya, membangun kapasitas sekolah harus membangun kapasitas kelas. Kapasitas kelas merupakan proses yang memungkinkan interaksi akademik antara guru dan siswa, dan antara komponen di sekolah yang berlangsung secara positif. Interaksi anatar guru dan siswa merupakan inti dari kegiatan  di sekolah. Interaksi m emiliki dua macam sifat, yakni: sifat positif dan negatif. Interaksi yang positif akan melahirkan energy yang positif yang akan mendukung peningkatan mutu. Sebaliknya interaksi begative akan menghasilkan dampak negatif bagi upaya penigkatan mutu. Dengan demikian, kepala sekolah harus melakukan rekayasa agar di kelas muncul interaksi guru dan siswa  yang bersifat positif.
Beberapa hal ihwal yang berkaitan erata dengan pembangunan kapaistas level kelas antara lain; a) memahami hakekat proses belajar mengajar, b) memahami karakteristik kerja guru, c) mengembangkan kepemimpinan pembelajaran, d) meningkatkan kemampuan mengelola kelas, e) tantangan guru.


G.    Simpulan
1.      Fakta
1)      Rendahnya Kualitas peserta didik, dan Kompetensi tenaga pendidik, sarana-dan prasarana Pembelajaran,
2)      Minimnya Konsep dalam Manajemen Pengembangan kurikulum
3)      Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen
4)      Efektifitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah
5)      Efisiensi pengajaran di sekolah yang masih bermasalah
6)      Standarisasi pendidikan di Indonesia yang Rancu,
7)      Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi pendidikan dari sikap sebagai birokrat menjadi sikap dan perilaku sebagai pelayan pendidikan yang masih sulit dilaksanakan
8)      Alokasi anggaran yang langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar masih terbatas
9)      Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-sekolah
10)  Penerapan pola manajemen berbasis sekolah bertentangan  dengan kebijakan pendidikan gratis yang disalahgunakan oleh kepentingan politik tetrtentu di daereh
11)   Adanya kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan
2.      Kebijakan PemerintahTentang Peningkatan Mutu Pendidikan
1)      PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
2)      UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
3)      PP No 23 Tabun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan
4)      PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan Pendidikan


3.      Solusi
1)      Implementasi dan Orientasi pemahaman Manajemen Mutu Pendidikan pada Tingkat Dasar dan Menengah serta peningkatan kinerja tenaga kependidikan, dan kualitas sekolah, kepala sekolah profesional yang berkarakter ;
a.       Mempunyai visi atau daya pandang  yang mendalam tentang mutu yang terpadu bagi lembaganya maupun bagi tenaga kependidikan dan peserta didik
b.      Mempunyai komitmen yang jelas pada program peningkatan kualiatas
c.       Mengkomunikasi pesan yang berkaitan dengan kualitas
d.      Menjaminkan kebutuhan peserta didik sebagai perhatian kegiatan dan kebijakan sekolah
e.       Meyakinkan terhadap para pelanggan (peserta didik, oranng tua, mayarakat,) behwa terdapat “channel” cocok untuk meyampaiakan harapan dan keinginan
f.       Pemimpin mendukung pengembangan tenaga kependidikan
g.      Tidak menyalahkan pihak lain jika ada masalah yang muncul tanpa dilandasi bukti yang kuat
h.      Pemimpin melakukan inovasi
i.        Menjamin stuktur organisasi yang menggambarkan tanggungjawab yang jelas
j.        Mengembangkan komitmen untuk mencoba menghilangkan setiap penghalang, baik bersifar oragnisasional maupun budaya.
k.      Membangun tim kerja yang efektif
l.        Mengembangkan mekanisme yanng cocok untuk melakukan monitoring dan evaluas

2)      Mengetahui Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Kualitas atau mutu pendidikan Pada Tingkat Dasar dan Menengah
3)      Meningkatkan Kualitas atau Mutu pendidikan pada tingkat Dasar dan menengah dengan mengetahui strateginya yaitu :
a.       Strategi yang menekankan pada hasil (the output oriented strategy),
b.      Strategi yang menekankan pada proses (the process oriented strategy),
c.       Strategi komprehensif (the comprehensive strategy).

DAFTAR PUSTAKA


Abudin Nata, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Akdon, 2011, Manajemen Strategik untuk manajemen Pendidikan, Bandung; Alfabeta
Dedi Mulyasana,2012  Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, Bandung Remaja Rosda Karya
David Wijaya, Jurnal Pendidikan Penabur - No.10/Tahun ke-7/Juni 2008
Depdiknas. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Konsep Dasar. Jakarta: Depdiknas
Edward Sallis, 2012. Total Quality Management In Education; Jogjakarta :IRCiSoD
http:siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/education.pdf
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Oemar Hamalik, 2012. Manajemen Pengembangan Kurikulum; Bandung Remaja Rosdakarya
Wahyudi,AS 1996, Manajemen Strategik, Jakarta ; Binarupa Aksara



[1] Dedi Mulyasana,2012  Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, Bandung : Remaja Rosda Karya
[2]Ibid Hal 2
[3] Abudin Nata, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
[4] Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
[5] http:siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/education.pdf
[6] Oemar Hamalik, 2012. Manajemen Pengembangan Kurikulum; Bandung Remaja Rosdakarya
[7] David Wijaya, Jurnal Pendidikan Penabur - No.10/Tahun ke-7/Juni 2008
[8] Edward Sallis, 2012. Total Quality Management In Education; Jogjakarta :IRCiSoD
[9] Depdiknas. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Konsep Dasar. Jakarta: Depdiknas
[10] Wahyudi,AS 1996, Manajemen Strategik, Jakarta ; Binarupa Aksara
[11] Akdon, 2011, Manajemen Strategik untuk manajemen Pendidikan, Bandung; Alfabeta

2 komentar:

  1. Titanium Stakes - TITanium - T-Tits.com
    The TITanium titanium ion color is a lightweight titanium hammers titanium-stranded blade with a smooth finish. The TITS titanium-stranding blades columbia titanium boots fit the traditional shape and weight smith titanium of titanium blade the

    BalasHapus